Jumat, 29 Mei 2015


Mengucapkan Selamat Tahun Baru menurut Pandangan islam

By. Hasnan Adip avivi

Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan tentang keberadaan Ulama yang dipermisalkan dengan bintang di langit tersebut, bahwa : “Bintang memiliki tiga faedah, yaitu : diikuti dalam kegelapan, perhiasan langit, pelempar setan yang mencuri berita dari langit. Dan Ulama di muka bumi pun juga demikian, terkumpul pada diri mereka tiga sifat mirip seperti sifat bintang, yaitu : Mereka diikuti di dalam kegelapan (kebodohan dan kemaksiatan-pent). Mereka adalah perhiasan di muka bumi (menghiasinya dengan ilmu dan amal mereka-pent). Dan mereka pelempar (membantah-pent) setan yang mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan dan memasukkan ke dalam agama Islam kotoran yang berasal dari pengikut hawa nafsu” (dinukil dari Majmu’ur Rasaail Al-Hafidz Ibni Rajab, Maktabah Islamiyyah Syamilah,Selama Allah masih menjaga para Ulama Rabbani, maka cahaya petunjuk dan kebaikan pun akan tetap ada.Dan selama Umat ini mendengarkan nasehat dan fatwa Ulama,maka kebaikanpun akan tetap tersebar di tengah Umat ini. Mari kita simak petunjuk-petunjuk mereka! Simaklah, apa kata Ulama tentang hukum mengucapkan ucapan selamat untuk tahun baru Hijriyyah.Fatwa para UlamaSebelum kami bawakan penjelasan Ulama tentang hal ini, perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan “ucapan selamat” disini umum cakupannya, meliputi seluruh bentuk lafadz yang menggembirakan pendengarnya dan dikenal secara adat bahwa itu ucapan selamat yang baik. Pada asalnya kalimat ini bukanlah kalimat yang terlarang dalam syari’at.Berikut penjelasan Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah ketika menjelaskan hukum ucapan selamat tahun baru Hijriyyah: “Hukum ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah) di awal bulan ini (Muharram): Tidak ada dalil yang menunjukkan disyari’atkannya memberi ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah), sebagaimana pula tidak pernah dinukilkan satupun riwayat dari salafush shalih tentang hal ini. (Perlu diketahui), akhir-akhir ini marak tersebar ucapan selamat untuk menyambut tahun baru Hijriyyah, yang diucapkan oleh sebagian orang: ‘Kullu ‘amin wa antum bikhairin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun), sedangkan ulama berbeda pendapat dalam memandang hukumnya, (sebagai berikut):1. Sebagian Ulama ada yang memandang bahwa pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah ini adalah masalah adat kebiasaan masyarakat saja, tidak ada hubungannya dengan masalah Syari’at, oleh karena itu tidak bisa dikategorikan bid’ah.Diantara Ulama yang berpendapat seperti ini adalah Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, dalam sebagian fatwa beliau. Oleh karena itulah, tidak mengapa (seseorang memberikan) ucapan selamat tahun baru Hijriyyah (asalkan) tidak meyakininya sebagai Sunnah. Sebagaimana selayaknya orang yang mendapatkan ucapan selamat ‘Kullu ‘Amin wa Antum bikhoirin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun) membalasnya dengan do’a : ‘Semoga yang kita dapatkan tahun kebaikan dan barakah‘ (Liqo`ul babil Maftuh :93, Kamis, 25 Dzul Hijjah 1415 H)2. Sebagian Ulama ada pula yang berpendapat, bahwa pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah ini tidak pernah dikenal oleh Salafush Shalih, oleh karena itu tidak selayaknya mendahului mengucapkannya.Adapun orang yang didahului diberi ucapan selamat :’Kullu ‘amin wa antum bikhoirin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun), maka tidak mengapa ia membalasnya dengan ucapan: ‘Semoga Andapun juga demikian‘ atau ucapan yang semisal itu. Dengan pendapat inilah Syaikh Abdul Aziz bin Baz berfatwa dalam sebagian jawaban beliau tentang hukum memberi ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah). (Lihat website resmi Syaikh Bin Baz).3. Sebagian Ulama yang lain ada yang berpendapat melarang pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah, dan mengkategorikannya sebagai sebuah kebid’ahan, karena tidak ada Syari’atnya, disamping juga tidak ada dasar dari ucapan Salafush Shalih dan dikarenakan padanya terdapat bentuk tasyabbuh (menyerupai) nashara di dalam pemberian ucapan selamat tahun baru masehi.Pendapat ini didasarkan pada pengkategorian ucapan selamat tersebut ke dalam perkara ibadah yang tidak berdalil,maka ini termasuk bid’ah dan perkara baru yang diada-adakan dalam urusan agama Islam. Dengan pendapat ini Syaikh Shalih Al-Fauzan berfatwa dalam sebagian fatwa beliau (lihat di website resmi Syaikh Shalih Al-Fauzan).Pendapat yang rajihBahwa memberi ucapan selamat ketika mendapatkan kenikmatan baru, pada asalnya memang perkara adat kebiasaan semata, yang tidak diperintahkan atau tidak dilarang dalam Syari’at ini. Kemudian, sebenarnya seseorang, (jika memberi ucapan selamat tersebut-pent) terkadang justru bisa mendapatkan pahala, hal ini ditinjau dari sisi bahwa ia menyenangkan hati seorang Muslim.Adapun jika pemberian ucapan selamat itu sudah dikaitkan dengan momen-momen tertentu, maka ini (barulah -pent) ada perinciannya, yaitu :• Jika ucapan selamat itu terkait dengan hari raya Iedul Fithri dan Adha, maka ada dasarnya dalam Syari’at dan telah dinukilkan riwayat dari sebagian Salaf yang memperkuat hal itu.• Adapun jika ucapan selamat itu terkait dengan perkara selain kedua hari raya tersebut, seperti awal tahun baru Hijriyyah, awal tahun ajaran baru, ataupun selesainya masa liburan sekolah, maka tentunya tidak di syari’atkan dalam agama Islam ini. Jika demikian, hukumnya berkisar antara ‘boleh’ dan ‘bid’ah’.Adapun ulama yang berpendapat boleh, beralasan karena hal ini tersmasuk perkara adat dalam pandangannya, tidak masuk dalam kategori bid’ah. Sedangkan ulama yang berpendapat bid’ah, alasannya karena ini termasuk perkara baru dalam beragama Islam. Yang tidak pernah dikenal di zaman Nabi صلى الله عليه وسلم dan Salafaush Shalih. Padahal pada waktu itu ada faktor pendorong untuk memberi ucapan selamat.Dan pendapat yang melarang pemberian ucapan selamat itulah yang menenangkan jiwa (dan merupakan pendapat terkuat). Karena adanya beberapa alasan (yang bisa disimpulkan-pent) berikut ini:1. Jika pemberian ucapan selamat itu dilakukan secara terus-menerus (setiap berulangnya momentnya), maka berarti ada unsur menyerupai ucapan selamat hari raya Iedul Fithri dan Adha, (karena) dalam definisi bid’ah disebutkan (oleh Ulama-pent): “bid’ah adalah tata cara dalam beragama Islam yang diada-d-adakan (baru) yang menyerupai Syari’at da adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala” (Al-I’thisham, As-Syathibi 1/37).2. Ada unsur tasyabbuh (menyerupai) kaum Nasrani, yang sebagian mereka mengucapkan ucapan selamat tahun baru masehi kepada sebagian yang lainnya. Sedangkan hukum menyerupai (tasyabbuh) kaum Nasrani (dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka-pent) adalah diharamkan dalam agama kita.3. Ketika pemberian ucapan selamat itu dilakukan secara terus-menerus dan tersebar kebiasaan tersebut di tengah-tengah masyarakat, dikhawatirkan ucapan selamat itu kelak, disangka termasuk perkara yang disyari’atkan dalam Islam. Terkadang bisa sebagai perantara munculnya perayaan tahun baru Hijriyyah dan dijadikan sebuah hari raya yang dirayakan. Dan hal ini terlarang.4. Pemberian ucapan selamat tersebut jika ditinggalkan, maka termasuk langkah berhati-hati dalam beragama Islam, karena jika suatu hukum berkisar diantara dugaan boleh atau bid’ah, maka langkah hati-hatinya adalah dengan meninggalkannya.Karena kalaupun seandainya yang benar hukumnya boleh sekalipun, maka berhati-hati meninggalkannyapun, pada asalnya bukan hal yang terlarang, disamping itu akan mendapatkan (keuntungan) terhindarnya dari terjatuh dalam bid’ah. (Keuntungan yang seperti ini tidak didapatkan) jika seseorang memilih pendapat bolehnya pemberian ucapan selamat tersebut. (Demikian penjelasan Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili)

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com