Belajar kaligrafi

sya suka belajar kaligrafi karena seru........

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 29 Mei 2015

Ramadhan Penuh Berkah

ALLAH Azza Wa Jalla . Berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
(QS.Al-Baqarah :183)
Bulan Ramadhan merupakan bulan berkat, bulan rahmat, bulan keampunan serta punya banyak kelebihan. Bagi tujuan menyuburkan rasa tanggungjawab dan rasa ingin menambahkan ibadah bagi mencari keredhaan Allah sepanjang Ramadhan ini, dibawa beberapa hadis yang menceritakan mengenai kelebihannya.

Syarat wajib puasa ,
Dalam bahasa Arab, puasa disebut saumun atau siyamun, artinya "menahan". Sementara itu menurut ajaran agam Islam, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang membatalkannya serta mengendalikan diri dari hawa nafsu sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim yang telah baligh, berakal sehat, baik laki-laki maupun perempuan.  Ada beberapa syarat wajib puasa antara lain: pertama baligh atau cukup umur, artinya telah dewasa. Maka, anak-anak yang belum baligh boleh mengerjakan puasa sebagai latihan. Kedua, berakal sehat. Bagi orang yang berubah akalnya atau orang gila tidak wajib puasa. Ketiga, bagi kaum wanita tentunya tidak dalam keadaan haid atau nifas.  Dan keempat, orang tersebut mampu atau kuat melaksanakan puasa, artinya orang yang sakit atau sudah tua renta boleh tidak berpuasa. Orang yang sakit bila sudah sembuh, maka harus menggantinya atau meng-qada pada bulan yang lain sebanyak hari yang ditinggalkannya, sedangkan orang sudah tua renta dapat diganti dengan membayar fidyah.  Syarat sahnya puasa antara lain beragama Islam. Orang yang tidak memeluk agama Islam puasanya tidak sah. Juga Mumayyiz, yaitu orang yang dapat membedakan yang benar dan yang salah. Suci dari haid (darah kotor) dan nifas (orang yang keluar darah setelah melahirkan). Kemudian pada waktu yang diperbolehkan berpuasa, misalnya puasa hanya boleh dilaksanakan pada siang hari.  Rukun puasa yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan, pertama niat dengan menyengaja mengerjakan puasa Ramadhan. Dan kedua, menahan diri dari segala perbuatan yang dapat membatalkan puasa sejak terbit fajar (subuh) hingga terbenam matahari (maghrib).  Untuk niat berpuasa di bulan Ramadhan cukup di dalam hati. Akan tetapi, ada juga yang biasa mengucapkannya. Niat puasa Ramadhan sebaiknya dilakukan pada malam hari, karena jika di siang hari maka puasanya tidak sah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist Nabi Muhammad SAW: "Dari Hafsah Ummul Mu'minin RA bahwasanya Nabi SAW bersabda: Barang siapa yang tidak menetapkan puasa sebelum fajar, maka tidak sah puasanya." (HR Lima Perawi Hadist).  Hikmah puasa 
Mengapa Allah SWT mewajibkan orang beriman untuk berpuasa? Tujuan utama dari puasa adalah untuk membentuk manusia yang bertaqwa. Selain itu, puasa juga memiliki beberapa hikmah yang sangat mendalam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah SWT, baik dalam Al-Qur'an maupun Hadist Rasulullah SAW bahwa hikmah-hikmah puasa tersebut adalah: 
1. Meningkatkan derajat orang mukmin menjadi orang yang bertaqwa. Sebab orang yang bertaqwa itu adalah orang yang paling mulia di sisi Allah SWT, sesuai firman Allah SWT (QS Al-Hujurat: 13): "Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah SWT adalah yang paling taqwa di antara kamu." 
2. Menyehatkan badan. Sabda Nabi Muhammad SAW: "Berpuasalah agar kamu sehat." Maka, hikmah yang terkandung dalam puasa, bukan hanya berguna untuk menyehatkan jiwa belaka, melainkan juga dapat menyehatkan badan. Ini sebagaimana disabdakan nabi dalam hadist di atas. 
3. Mendidik orang untuk memiliki sifat sabar. Jika puasa tersebut dilakukan dengan sebaik-baiknya maka akan timbul dalam diri seseorang sifat sabar, karena dalam berpuasa seseorang akan dilatih untuk bisa menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat membatalkan puasa, misalnya makan dan minum. Walaupun makanan dan minuman yang dimiliki halal, namun ia tidak mau memakan dan meminumnya karena belum waktunya untuk makan dan minum sampai waktu maghrib. 
4. Puasa merupakan pelindung diri dari perbuatan keji dan munkar atau tidak senonoh. Sebagaimana sabda Nabi SAW: "Puasa itu perisai (pelindung diri) yang membentengi dari sentuhan api neraka." (HR Ahmad, Muslim dan Al-Baihaqi). 
5. Menanamkan rasa cinta kasih kepada orang fakir dan miskin karena dapat merasakan penderitaan orang-orang yang kekurangan makanan. Setelah kita seharian merasakan menahan rasa lapar tentunya akan menumbuhkan rasa kasih dan sayang kepada orang-orang fakir dan miskin.  Malam Lailatulkadar 
Salah satu kemuliaan dan keistimewaan yang terkandung di dalam bulan suci Ramadhan adalah adanya satu malam yang disebut Lailatulkadar. Malam Lailatulkadar selalu menjadi malam yang ditunggu-tunggu, dirindukan dan teramat dinantikan. Pasalnya, malam Lailatulkadar adalah malam yang penuh berkah, dan lebih baik dari seribu bulan. 
Mengapa demikian? Karena, pertama, pada malam tersebut para malaikat turun ke bumi untuk memberi salam - kesejahteraan, kebahagiaan dan keselamatan - kepada umat Nabi Muhammad SAW hingga terbit fajar.  Kedua, Allah SWT mengevaluasi ketetapan-Nya terhadap manusia. Paling tidak, untuk setahun ke depan Allah akan mengoreksi ketetapan-Nya untuk menjadi lebih baik atau buruk, tergantung bagaimana umat Islam yang beriman itu memanfaatkan malam-malam turunnya Lailatulkadar secara optimal dan bermakna.  Ketiga, diturunkannya Al-Quran menjadi pedoman hidup bagi manusia. Dan keempat, sebagai kado istimewa dari Tuhan Yang Maha Kuasa kepada khusus umat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana sabdanya: "Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada umatku malam Al-Qadr dan itu tidak diberikan kepada umat sebelumnya." (HR Addailamy)  Maka, malam Lailatulkadar selalu menjadi malam yang ditunggu-tunggu, dirindukan dan teramat dinantikan. Sebab, malam Lailatulkadar adalah malam yang penuh berkah, dan lebih baik dari seribu bulan. Meskipun sesungguhnya malam yang istimewa itu dirahasiakan Allah, dan selalu menjadi misteri kapan persisnya ia turun, namun sebagai umat Islam kita patut bersyukur. 
Dan untuk meraih malam Lailatulkadar kali ini, mari kita tetap semangat beribadah, bekerja, dan membangun kehidupan rahmatan lil-alamin. 



Makna Cinta Untuk Santri

Post By: عاففى الفاداني  (Tjah Temanggung)

Jika cinta itu Pesantren, maka, akanku penuhi fikiranku dengan ilmu-ilmu cinta, agar aku bisa memahami luasnya cinta sebagaimana luasnya ilmu dalam kitab-kitab kuning pesantren
Jika cinta itu Nahwu, maka, cintaku padamu akan jazm [mantab], sehingga aku akan sukun [tenang] di sampingmu selamanya, seperti halnya i'rob jazm yang salah satu alamatnya adalah sukun
Jika cinta itu Shorof, maka, kita berdua adalah wazan tafaa'ala yang berfaidah musyarokah, yang kapanpun dan di mana pun akan mengarungi dan menjalani apapun berdua
Jika cinta itu Fiqh, maka, aku akan memfatwakan pada diriku sendiri bahwa mencintai keindahan ciptaan Tuhan sepertimu, hukumnya adalah wajib
Jika cinta itu I'lal, maka, aku akan menyembunyikan dan menutup mata terhadap semua kekurangan-kekurangan mu, seperti halnya binak Naqish yang meletakkan huruf 'Illat nya di belakang [Lam Fi'il]
Jika cinta itu Ilmu al-Qur’an, maka, keabadian cinta kita tak kan lekang oleh waktu dan tak kan berubah sedikitpun oleh perubahan zaman, layaknya keontektikan dan keabadian isi al-Qur’an
Jika cinta itu Ushul Fiqh, maka, kita berdua adalah pasangan paling ideal dan serasi, seperti halnya syarat dan rukun yang saling membutuhkan dan melengkapi untuk sahnya suatu ibadah
Jika cinta itu Ilmu Falak, maka, aku akan selalu menunggu dan merindukan hadirmu, mata ini belum terhapus dahaganya sebelum melihat sosok indahmu, seperti halnya seorang peru-yah yang selalu menunggu untuk melihat kemunculan hilal 1 Syawal
Jika cinta itu Ilmu Faroidl, maka, kita berdua adalah dua sejoli yang akan selalu berbagi atas apa yang kita miliki, seperti halnya 'Ashôbah ma'a al-ghoyr
Jika cinta itu Ilmu Tauhid, maka, value cintaku padamu adalah kemurnian emas 24 karat, semurni i’tiqodnya ahli tauhid Rubûbiyyah
Jika cinta itu Ilmu Tarikh, maka, romantisme kisah cinta kita berdua adalah kenangan terindah tak terlupakan yang terukir oleh tinta emas sejarah, seperti halnya masa keemasan dan kejayaan peradaban islam tempo dulu
Jika cinta itu Diba-an, maka, aku adalah seorang pendaki yang telah sampai di puncak rindu untuk menantikan detik-detik pertemuan denganmu, seperti halnya para perindu Rasulullah SAAW yang telah sampai pada adegan mahal al-qiyâm
Jika cinta itu Manaqiban, hanya dirimulah yang mampu menghapus duka-laraku dan menentramkan gundah hati ku dengan kata-kata indah dan janji pastimu, seperti halnya jaminan kanjeng syekh Abdull Qadir Al-Jailani Ra., yang menentramkan hati murid-muridnya: 
 "wa-anâ likulli man 'atsaro markûbuhhû min jamî'i murîdîy wa muhibbîy ilâ yawmi al qiyâmaHh, âkhudzu biyadiHî kullamâ hayyan wa maytan, fainna farosîy musroj, wa rumhîy manshûb, wa sayfîy masyhûr wa qouwsîy mawtûr, LIHIFDZI MURÎDÎY WAHUWA GHÔFIL"
 Wanita yang terhormat bukanlah wanita yang menerima COKLAT, tp wanita yang menerima AKAD (nikah).

Mengontrol Emosi Dengan Cara Islam

by: Hasnan Adip Avivi
Salah satu senjata setan untuk membinasakan manusia adalah marah. Dengan cara ini, setan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia. Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, menggugat takdir, ngomong jorok, mencaci habis, bahkan sampai kalimat carai yang membubarkan rumah tangganya.
Karena marah pula, manusia bisa merusak semua yang ada di sekitarnya. Dia bisa banting piring, lempar gelas, pukul kanan-pukul kiri, bahkan sampai tindak pembunuhan. Di saat itulah, misi setan untuk merusak menusia tercapai.
Tentu saja, permsalahannya tidak selesai sampai di sini. Masih ada yang namanya balas dendam dari pihak yang dimarahi. Anda bisa bayangkan, betapa banyak kerusakan yang ditimbulkan karena marah.
Menyadari hal ini, islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk berhati-hati ketika emosi. Banyak motivasi yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar manusia tidak mudah terpancing emosi. Diantaranya, beliau menjanjikan sabdanya yang sangat ringkas,
لا تغضب ولك الجنة
“Jangan marah, bagimu surga.” (HR. Thabrani dan dinyatakan shahih dalam kitab shahih At-Targhib no. 2749)
Allahu akbar, jaminan yang luar biasa. Surga..dihiasi dengan berbagai kenikmatan, bagi mereka yang mampu menahan amarah. Semoga ini bisa memotivasi kita untuk tidak mudah terpancing emosi.
Buat sobat yang mungkin belum bisa mengontrol emosinya, nie saya punya tips yang mungkin bisa anda coba, apa salahnya,..????????
Inilah Cara Mengendalikan Diri Ketika Sedang Emosi?
Ada beberapa cara mengendalikan emosi yang diajarkan dalam Al-Quran dan Sunah. Semoga bisa menjadi obat mujarab bagi kita ketika sedang marah.
Pertama, segera memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan, dengan membaca ta’awudz:
أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ
A‘UDZU BILLAHI MINAS SYAITHANIR RAJIIM
Karena sumber marah adalah setan, sehingga godaannya bisa diredam dengan memohon perlindungan kepada Allah.
Dari sahabat Sulaiman bin Surd radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Suatu hari saya duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ
Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang marah, kemudian membaca: A-‘udzu billah (saya berlindung kepada Allah) maka marahnya akan reda.” (Hadis shahih – silsilah As-Shahihah, no. 1376)
Kedua, DIAM dan JAGA LISAN
Bawaan orang marah adalah berbicara tanpa aturan. Sehingga bisa jadi dia bicara sesuatu yang mengundang murka Allah. Karena itulah, diam merupakan cara mujarab untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih besar.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).
Ucapan kekafiran, celaan berlebihan, mengumpat takdir, dst., bisa saja dicatat oleh Allah sebagai tabungan dosa bagi ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ
Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Di saat kesadaran kita berkurang, di saat nurani kita tertutup nafsu, jaga lisan baik-baik, jangan sampai lidah tak bertulang ini, menjerumuskan anda ke dasar neraka.
Ketiga, mengambil posisi lebih rendah
Kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi.. dan lebih tinggi. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi. Dengan posisi lebih tinggi, dia bisa melampiaskan amarahnya sepuasnya.
Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan saran sebaliknya. Agar marah ini diredam dengan mengambil posisi yang lebih rendah dan lebih rendah. Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur. (HR. Ahmad 21348, Abu Daud 4782 dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, sahabat yang meriwayatkan hadis ini, melindungi dirinya ketika marah dengan mengubah posisi lebih rendah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, dari Abul Aswad Ad-Duali, beliau menceritakan kejadian yang dialami Abu Dzar,
Suatu hari Abu Dzar mengisi ember beliau. Tiba-tiba datang beberapa orang yang ingin mengerjai Abu Dzar. ‘Siapa diantara kalian yang berani mendatangi Abu Dzar dan mengambil beberapa helai rambutnya?’ tanya salah seorang diantara mereka. “Saya.” Jawab kawannya.
Majulah orang ini, mendekati Abu Dzar yang ketika itu berada di dekat embernya, dan menjitak kepala Abu Dzar untuk mendapatkan rambutnya. Ketika itu Abu Dzar sedang berdiri. Beliaupun langsung duduk kemudian tidur.
Melihat itu, orang banyak keheranan. ‘Wahai Abu Dzar, mengapa kamu duduk, kemudian tidur?’ tanya mereka keheranan.
Abu Dzar kemudian menyampaikan hadis di atas. Subhanallah.., demikianlah semangat sahabat dalam mempraktekkan ajaran nabi mereka.
Mengapa duduk dan tidur?
Al-Khithabi menjelaskan,
القائم متهيئ للحركة والبطش، والقاعد دونه في هذا المعنى، والمضطجع ممنوع منهما، فيشبه أن يكون النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنما أمره بالقعود لئلا تبدر منه في حال قيامه وقعوده بادرة يندم عليها فيما بعدُ
“Orang yang berdiri, mudah untuk bergerak dan memukul, orang yang duduk, lebih sulit untuk bergerak dan memukul, sementara orang yang tidur, tidak mungkin akan memukul. Seperti ini apa yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perintah beliau untuk duduk, agar orang yang sedang dalam posisi berdiri atau duduk tidak segera melakukan tindakan pelampiasan marahnya, yang bisa jadi menyebabkan dia menyesali perbuatannya setelah itu.” (Ma’alim As-Sunan, 4/108)
Keempat, Ingatlah hadis ini ketika marah
Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قادرٌ على أنْ يُنفذهُ دعاهُ اللَّهُ سبحانهُ وتعالى على رءوس الخَلائِقِ يَوْمَ القيامةِ حتَّى يُخيرهُ مِنَ الحورِ العين ما شاءَ
“Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)
Subhanallah.., siapa yang tidak bangga ketika dia dipanggil oleh Allah di hadapan semua makhluk pada hari kiamat, untuk menerima balasan yang besar? Semua manusia dan jin menyaksikan orang ini, maju di hadapan mereka untuk menerima pahala yang besar dari Allah ta’ala. Tahukah anda, pahala ini Allah berikan kepada orang yang hanya sebatas menahan emosi dan tidak melampiaskan marahnya. Bisa kita bayangkan, betapa besar pahalanya, ketika yang dia lakukan tidak hanya menahan emosi, tapi juga memaafkan kesalahan orang tersebut dan bahwa membalasnya dengan kebaikan.
Mula Ali Qori mengatakan,
وَهَذَا الثَّنَاءُ الْجَمِيلُ وَالْجَزَاءُ الْجَزِيلُ إِذَا تَرَتَّبَ عَلَى مُجَرَّدِ كَظْمِ الْغَيْظِ فَكَيْفَ إِذَا انْضَمَّ الْعَفْوُ إِلَيْهِ أَوْ زَادَ بِالْإِحْسَانِ عَلَيْهِ
“Pujian yang indah dan balasan yang besar ini diberikan karena sebatas menahan emosi. Bagaimana lagi jika ditambahkan dengan sikap memaafkan atau bahkan membalasnya dengan kebaikan”. (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Turmudzi, 6/140).
Satu lagi, yang bisa anda ingat ketika marah, agar bisa meredakan emosi anda:
Hadis dari Ibnu Umar,
من كف غضبه ستر الله عورته ومن كظم غيظه ولو شاء أن يمضيه أمضاه ملأ الله قلبه يوم القيامة رضا
“Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat”. (Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
Ya, tapi yang sulit bukan hanya itu. Ada satu keadaan yang jauh lebih sulit untuk disuasanakan sebelum itu, yaitu mengkondisikan diri kita ketika marah untuk mengingat balasan besar dalam hadis di atas. Umumnya orang yang emosi lupa segalanya. Sehingga kecil peluang untuk bisa mengingat balasan yang Allah berikan bagi orang yang bisa menahan emosi.
Siapakah kita dibandingkan Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu. Sekalipun demikian, beliau terkadang lupa dengan ayat dan anjuran syariat, ketika sudah terbawa emosi.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan bahwa ada seseorang yang minta izin kepada Khalifah Umar untuk bicara. Umarpun mengizinkannya. Ternyata orang ini membabi buta dan mengkritik habis sang Khalifah.
‘Wahai Ibnul Khattab, demi Allah, kamu tidak memberikan pemberian yang banyak kepada kami, dan tidak bersikap adil kepada kami.”
Mendengar ini, Umarpun marah, dan hendak memukul orang ini. Sampai akhirnya Al-Hur bin Qais (salah satu teman Umar) mengingatkan,
‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah berfirman kepada nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya): ‘Berikanlah maaf, perintahkan yang baik, dan jangan hiraukan orang bodoh.’ dan orang ini termasuk orang bodoh.’
Demi Allah, Umar tidak jadi melampiaskan emosinya ketika mendengar ayat ini dibacakan. Dan dia adalah manusia yang paling tunduk terhadap kitab Allah. (HR. Bukhari 4642).
Yang penting, anda jangan berputus asa, karena semua bisa dilatih. Belajarlah untuk mengingat peringatan Allah, dan ikuti serta laksanakan. Bisa juga anda minta bantuan orang di sekitar anda, suami, istri, anak anda, pegawai, dan orang di sekitar anda, agar mereka segera mengingatkan anda dengan janji-janji di atas, ketika anda sedang marah.
Pada kasus sebaliknya, ada orang yang marah di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliaupun meminta salah satu sahabat untuk mengingatkannya, agar membaca ta’awudz, A-‘udzu billahi minas syaithanir rajim..
وَقَالَ: له أحد الصحابة «تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ» فَقَالَ: أَتُرَى بِي بَأْسٌ، أَمَجْنُونٌ أَنَا، اذْهَب
“Salah satu temannya mengingatkan orang yang sedang marah ini: ‘Mintalah perlindungan kepada Allah dari godaan setan!’ Dia malah berkomentar: ‘Apakah kalian sangka saya sedang sakit? Apa saya sudah gila? Pergi sana!’ (HR. Bukhari 6048).
Kelima, Segera berwudhu atau mandi
Marah dari setan dan setan terbuat dari api. Padamkan dengan air yang dingin.
Terdapat hadis dari Urwah As-Sa’di radhiyallahu ‘anhu, yang mengatakan,
إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu”. (HR. Ahmad 17985 dan Abu Daud 4784)
Dalam riwayat lain, dari Abu Muslim Al-Khoulani, beliau menceritakan,
Bahwa Amirul Mukminin Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu pernah berkhutbah di hadapan masyarakat. Dan ketika itu, gaji pegawai belum diserahkan selama dua atau tiga bulan. Abu Muslim-pun berkata kepada beliau,
‘Hai Muawiyah, sesungguhnya harta itu bukan milikmu, bukan milik bapakmu, bukan pula milik ibumu.’
Mendengar ini, Muawiyah meminta hadirin untuk diam di tempat. Beliau turun dari mimbar, pulang dan mandi, kemudian kembali dan melanjutkan khutbahnya,
‘Wahai manusia, sesungguhnya Abu Muslim menyebutkan bahwa harta ini bukanlah milikku, bukan milik bapakku, bukan pula milik ibuku. Dan Abu Muslim benar. kemudian beliau menyebutkan hadis,
الغضب من الشيطان ، والشيطان من النار ، والماء يطفئ النار ، فإذا غضب أحدكم فليغتسل
“Marah itu dari setan, setan dari api, dan air bisa memadamkan api. Apabila kalian marah, mandilah”.
Lalu Muawiyah memerintahkan untuk menyerahkan gaji mereka.
(HR. Abu Nuaim dalam Hilyah 2/130, dan Ibnu Asakir 16/365).
Dua hadis ini dinilai lemah oleh para ulama. Hadis pertama dinilai lemah oleh An-Nawawi sebagaimana keterangan beliau dalam Al-Khulashah (1/122). Syuaib Al-Arnauth dalam ta’liq Musnad Ahmad menyebutkan sanadnya lemah. Demikian pula Al-Albani menilai sanadnya lemah dalam Silsilah Ad-Dhaifah no. 581.
Hadis kedua juga statusnya tidak jauh beda. Ulama pakar hadis menilainya lemah. Karena ada perowi yang bernama Abdul Majid bin Abdul Aziz, yang disebut Ibnu Hibban sebagai perawi Matruk (ditinggalkan).
Ada juga ulama yang belum memastikan kelemahan hadis ini. Diantaranya adalah Ibnul Mundzir. Beliau mengatakan,
إن ثبت هذا الحديث فإنما الأمر به ندبا ليسكن الغضب ، ولا أعلم أحدا من أهل العلم يوجب الوضوء منه
“Jika hadis ini shahih, perintah yang ada di dalamnya adalah perintah anjuran untuk meredam marah dan saya tidak mengetahui ada ulamayang mewajibkan wudhu ketika marah”. (Al-Ausath, 1/189).
Karena itulah, beberapa pakar tetap menganjurkan untuk berwudhu, tanpa diniatkan sebagai sunah. Terapi ini dilakukan hanya dalam rangka meredam panasnya emosi dan marah. Dr. Muhammad Najati mengatakan,
يشير هذا الحديث إلى حقيقة طبية معروفة ، فالماء البارد يهدئ من فورة الدم الناشئة عن الانفعال ، كما يساعد على تخفيف حالة التوتر العضلي والعصبي ، ولذلك كان الاستحمام يستخدم في الماضي في العلاج النفسي
Hadis ini mengisyaratkan rahasia dalam ilmu kedokteran. Air yang dingin, bisa menurunkan darah bergejolak yang muncul ketika emosi. Sebagaimana ini bisa digunakan untuk menurunkan tensi darah tinggi. Karena itulah, di masa silam, terapi mandi digunakan untuk terapi psikologi.
(Hadis Nabawi wa Ilmu An-Nafs, hlm. 122. dinukil dari Fatwa islam, no. 133861)
اَللَّهُمَّ نَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الحَقِّ فِي الرِضَا وَالغَضَبِ
“Ya Allah, kami memohon kepada-Mu kalimat haq ketika ridha (sedang) dan marah”
[Doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalatnya – shahih Jami’ As-Shaghir no. 3039]
            Ya, mungkin itu tips dari saya, bagi teman-temen yang mungkin lagi marah atau emosi bisa coba tips ini,…..

SELAMAT MENCOBA, SEMOGA BERMANFAAT

Mengucapkan Selamat Tahun Baru menurut Pandangan islam

By. Hasnan Adip avivi

Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan tentang keberadaan Ulama yang dipermisalkan dengan bintang di langit tersebut, bahwa : “Bintang memiliki tiga faedah, yaitu : diikuti dalam kegelapan, perhiasan langit, pelempar setan yang mencuri berita dari langit. Dan Ulama di muka bumi pun juga demikian, terkumpul pada diri mereka tiga sifat mirip seperti sifat bintang, yaitu : Mereka diikuti di dalam kegelapan (kebodohan dan kemaksiatan-pent). Mereka adalah perhiasan di muka bumi (menghiasinya dengan ilmu dan amal mereka-pent). Dan mereka pelempar (membantah-pent) setan yang mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan dan memasukkan ke dalam agama Islam kotoran yang berasal dari pengikut hawa nafsu” (dinukil dari Majmu’ur Rasaail Al-Hafidz Ibni Rajab, Maktabah Islamiyyah Syamilah,Selama Allah masih menjaga para Ulama Rabbani, maka cahaya petunjuk dan kebaikan pun akan tetap ada.Dan selama Umat ini mendengarkan nasehat dan fatwa Ulama,maka kebaikanpun akan tetap tersebar di tengah Umat ini. Mari kita simak petunjuk-petunjuk mereka! Simaklah, apa kata Ulama tentang hukum mengucapkan ucapan selamat untuk tahun baru Hijriyyah.Fatwa para UlamaSebelum kami bawakan penjelasan Ulama tentang hal ini, perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan “ucapan selamat” disini umum cakupannya, meliputi seluruh bentuk lafadz yang menggembirakan pendengarnya dan dikenal secara adat bahwa itu ucapan selamat yang baik. Pada asalnya kalimat ini bukanlah kalimat yang terlarang dalam syari’at.Berikut penjelasan Syaikh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili hafizhahullah ketika menjelaskan hukum ucapan selamat tahun baru Hijriyyah: “Hukum ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah) di awal bulan ini (Muharram): Tidak ada dalil yang menunjukkan disyari’atkannya memberi ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah), sebagaimana pula tidak pernah dinukilkan satupun riwayat dari salafush shalih tentang hal ini. (Perlu diketahui), akhir-akhir ini marak tersebar ucapan selamat untuk menyambut tahun baru Hijriyyah, yang diucapkan oleh sebagian orang: ‘Kullu ‘amin wa antum bikhairin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun), sedangkan ulama berbeda pendapat dalam memandang hukumnya, (sebagai berikut):1. Sebagian Ulama ada yang memandang bahwa pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah ini adalah masalah adat kebiasaan masyarakat saja, tidak ada hubungannya dengan masalah Syari’at, oleh karena itu tidak bisa dikategorikan bid’ah.Diantara Ulama yang berpendapat seperti ini adalah Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, dalam sebagian fatwa beliau. Oleh karena itulah, tidak mengapa (seseorang memberikan) ucapan selamat tahun baru Hijriyyah (asalkan) tidak meyakininya sebagai Sunnah. Sebagaimana selayaknya orang yang mendapatkan ucapan selamat ‘Kullu ‘Amin wa Antum bikhoirin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun) membalasnya dengan do’a : ‘Semoga yang kita dapatkan tahun kebaikan dan barakah‘ (Liqo`ul babil Maftuh :93, Kamis, 25 Dzul Hijjah 1415 H)2. Sebagian Ulama ada pula yang berpendapat, bahwa pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah ini tidak pernah dikenal oleh Salafush Shalih, oleh karena itu tidak selayaknya mendahului mengucapkannya.Adapun orang yang didahului diberi ucapan selamat :’Kullu ‘amin wa antum bikhoirin‘ (Semoga Anda berada dalam kebaikan sepanjang tahun), maka tidak mengapa ia membalasnya dengan ucapan: ‘Semoga Andapun juga demikian‘ atau ucapan yang semisal itu. Dengan pendapat inilah Syaikh Abdul Aziz bin Baz berfatwa dalam sebagian jawaban beliau tentang hukum memberi ucapan selamat tahun baru (Hijriyyah). (Lihat website resmi Syaikh Bin Baz).3. Sebagian Ulama yang lain ada yang berpendapat melarang pemberian ucapan selamat tahun baru Hijriyyah, dan mengkategorikannya sebagai sebuah kebid’ahan, karena tidak ada Syari’atnya, disamping juga tidak ada dasar dari ucapan Salafush Shalih dan dikarenakan padanya terdapat bentuk tasyabbuh (menyerupai) nashara di dalam pemberian ucapan selamat tahun baru masehi.Pendapat ini didasarkan pada pengkategorian ucapan selamat tersebut ke dalam perkara ibadah yang tidak berdalil,maka ini termasuk bid’ah dan perkara baru yang diada-adakan dalam urusan agama Islam. Dengan pendapat ini Syaikh Shalih Al-Fauzan berfatwa dalam sebagian fatwa beliau (lihat di website resmi Syaikh Shalih Al-Fauzan).Pendapat yang rajihBahwa memberi ucapan selamat ketika mendapatkan kenikmatan baru, pada asalnya memang perkara adat kebiasaan semata, yang tidak diperintahkan atau tidak dilarang dalam Syari’at ini. Kemudian, sebenarnya seseorang, (jika memberi ucapan selamat tersebut-pent) terkadang justru bisa mendapatkan pahala, hal ini ditinjau dari sisi bahwa ia menyenangkan hati seorang Muslim.Adapun jika pemberian ucapan selamat itu sudah dikaitkan dengan momen-momen tertentu, maka ini (barulah -pent) ada perinciannya, yaitu :• Jika ucapan selamat itu terkait dengan hari raya Iedul Fithri dan Adha, maka ada dasarnya dalam Syari’at dan telah dinukilkan riwayat dari sebagian Salaf yang memperkuat hal itu.• Adapun jika ucapan selamat itu terkait dengan perkara selain kedua hari raya tersebut, seperti awal tahun baru Hijriyyah, awal tahun ajaran baru, ataupun selesainya masa liburan sekolah, maka tentunya tidak di syari’atkan dalam agama Islam ini. Jika demikian, hukumnya berkisar antara ‘boleh’ dan ‘bid’ah’.Adapun ulama yang berpendapat boleh, beralasan karena hal ini tersmasuk perkara adat dalam pandangannya, tidak masuk dalam kategori bid’ah. Sedangkan ulama yang berpendapat bid’ah, alasannya karena ini termasuk perkara baru dalam beragama Islam. Yang tidak pernah dikenal di zaman Nabi صلى الله عليه وسلم dan Salafaush Shalih. Padahal pada waktu itu ada faktor pendorong untuk memberi ucapan selamat.Dan pendapat yang melarang pemberian ucapan selamat itulah yang menenangkan jiwa (dan merupakan pendapat terkuat). Karena adanya beberapa alasan (yang bisa disimpulkan-pent) berikut ini:1. Jika pemberian ucapan selamat itu dilakukan secara terus-menerus (setiap berulangnya momentnya), maka berarti ada unsur menyerupai ucapan selamat hari raya Iedul Fithri dan Adha, (karena) dalam definisi bid’ah disebutkan (oleh Ulama-pent): “bid’ah adalah tata cara dalam beragama Islam yang diada-d-adakan (baru) yang menyerupai Syari’at da adalah berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala” (Al-I’thisham, As-Syathibi 1/37).2. Ada unsur tasyabbuh (menyerupai) kaum Nasrani, yang sebagian mereka mengucapkan ucapan selamat tahun baru masehi kepada sebagian yang lainnya. Sedangkan hukum menyerupai (tasyabbuh) kaum Nasrani (dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka-pent) adalah diharamkan dalam agama kita.3. Ketika pemberian ucapan selamat itu dilakukan secara terus-menerus dan tersebar kebiasaan tersebut di tengah-tengah masyarakat, dikhawatirkan ucapan selamat itu kelak, disangka termasuk perkara yang disyari’atkan dalam Islam. Terkadang bisa sebagai perantara munculnya perayaan tahun baru Hijriyyah dan dijadikan sebuah hari raya yang dirayakan. Dan hal ini terlarang.4. Pemberian ucapan selamat tersebut jika ditinggalkan, maka termasuk langkah berhati-hati dalam beragama Islam, karena jika suatu hukum berkisar diantara dugaan boleh atau bid’ah, maka langkah hati-hatinya adalah dengan meninggalkannya.Karena kalaupun seandainya yang benar hukumnya boleh sekalipun, maka berhati-hati meninggalkannyapun, pada asalnya bukan hal yang terlarang, disamping itu akan mendapatkan (keuntungan) terhindarnya dari terjatuh dalam bid’ah. (Keuntungan yang seperti ini tidak didapatkan) jika seseorang memilih pendapat bolehnya pemberian ucapan selamat tersebut. (Demikian penjelasan Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili)
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com